Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ujian Integritas Pendidik Dimasa Work From Home (WFH)

Sebagaimana mahasiswa acap kali melakukan perkuliahan secara non procedural, sebut saja perkuliahan secara Daring (Dalam Jaringan) yang mahasiswa dituntut untuk selalu hadir dalam setiap pertemuan dengan tanpa memperhatikan kondisi mahasiswa tersebut. Universitas memberikan kewenangan secara prerogative terhadap Dosen untuk melakukan perkulihan dengan metode apapun mulai dari penggunaan aplikasi perkuliahan, web perkuliahan hingga hanya melalui chat. Hal ini merupakan keharusan oleh pendidik dengan memperhatikan masa pandemi yang tidak kunjung reda, disamping manfaat dan keuntungan terhadap metode ini juga terdapat kemudharatan yaitu tergerusnya integritas dan kejujuran pendidik dalam menjalankan tugasnya. Hal ini disebabkan oleh pentauan tidak jelas, waktu tanpa batasan hingga pra syarat melepas kewajiban.

Integritas seorang pendidik lahir dari lingkungan pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga sarjana maka tidak mungkin untuk mendapat integritas dengan kejujuran dari suatu seminar, pelatihan, workshop hingga kursus terutama pendidikan formal. Tanpa perjalanan panjang dalam menempuh pendidikan dengan lingkungan yang mendukung tidak mungkin dapat menjadikan seseorang memiliki integritas dengan kejujuran yang baik, bahkan secara teoripun tidak mampu membuktikan variabelitas dari sebuah integritas. Banyak makna dapat diberikan kepada kata integritas seperti bermaksud orang yang arti integritas umumnya dihubungkan dengan suatu keutamaan/ kebajikan (virtue) atau karakter yang baik (Audi & Murphy 2006).

Sedangkan hubungan antara integritas dan kejujuranpun tidak mutlak sebuah keharusan tetapi tidak mungkin seseorang yang selalu jujur memiliki tingkat integritas yang rendah (Carter 1996, 52), dan Kejujuran buta tanpa pertimbangan kelayakan konteks malah bisa menunjukkan sifat narsistik dan ketidakpedulian terhadap akibat buruk yang bakal menimpa orang lain (Martin 1996, 121). Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada ukuran bahwa seseorang dapat diposisikan sebagai integrisator atau manusia yang hina dengan kelakuan korupsinya. Justifikasi seseorang terhadap kesalahanpun menjadi tolak ukur sementara yang rapuh untuk memerikan makna integritas terhadap sebuah profesi.

Pembelajaran integritas haruslah dimulai dari pendidik yang setelah itu akan dapat ditiru oleh peserta didik, tanpa pembelajaran langsung melalui the real of etic education maka semua teori yang akan dipelajari terkait intergritas adalah omong kosong yang tidak mempunyai arti. Banyak peneliti memberikan langkah menuju integritas diri seperti menggapai integritas dengan menyadari bahwa hal kecil itu penting, menemukan yang benar (saat orang lain hanya melihat warna abu-abu), bertanggung jawab, membudayakan kepercayaan, menepati janji, peduli pada kebaikan yang lebih besar, jujur dan rendah hati, bertindak bagaikan tengah diawasi dan konsisten (Antonius Atosökhi Gea 2006, 19 - 24). Dapat menjadi sebuah khayalan ketika meyakini memiliki integritas dengan instans yang pada dasarnya akan hilang sebagaimana cepat memeroleh karakter tersebut.

Pendidik dengan berbagai latar belakang masalah menjadikan integritaspun semakin buram, pekerjaan dan profesi sulit untuk dipisahkan dengan personalisasi yang diharuskan untuk menjadi utama. Hal ini dapat dilihat dari memudahkan pekerjaan dengan anggapan bahwa pengajaran adalah formalitas dengan memberikan absent portal dan kertas secara sia sia, ini pun tidak dapat dipungkiri bahwa mahasiswa juga menginginkan hal mudah dalam menggapai sarjana maupun pascasarjana. Dampak dari sistem ini adalah tanpa pengetahuan dan wawasan nilaipun diperoleh dengan puas dan sesuai harapan peserta didik, padahal ada hal mendasar yang sering dilupakan selain nilai yaitu sebuah pengetahuan.

Kejujuran sebagai lambang dari sebuah integritas haruslah benar benar dilaksanakan tanpa harus ditekan dan terlihat seolah olah sebuah paksaan. Sejatinya setiap pendidik itu bertanggung jawanb akan tugas dan sumpahnya sebagai guru dan murabbi yang menyampaikan, membimbing dan memberikan arahan kepada peserta didik, ketika hanya sebatas kerja dengan memebrikan kemudahan absent saja maka sejatinya integritas itu telah hilang dan sirna di ranah pendidikan. Mencari celah akan sebuah kekurangan sistem pembelajaran adalah salsah satu bentuk ketidak jujuran dan kemunfikan dalam menjalani integritas diri, memberikan kemudahan akses kehadiran tanpa filterisasi keilmuan merupakan kebodohan yang dipertahankan. Maka pendidik haruslah sadar bawah integritas merupakan hal yang mahal dan sangat berharga, tanpa hal tersebut kata manusia yang berilmu perlulah untuk dikaji dan diupgrade kembali.

Ketika pendidik telah sadar akan kewajibannya sebagai orang yang mendistribusikan ilmu maka peserta didikpun akan memahami bahwa mereka haruslah mencontoh dan meniru sang guru. Sebagaimana perkataan pepatah lama “kalaulah seorang guru kencing (buang air kecil) secara berdiri maka jangan salahkan si murid akan kencing berlari” ketika sang pendidik hanya mementingkan diri sendiri dan berfokus terhadap orientasi finansial maka itu merupakan sebuah kesalahan fatal karena telah melupakan esensialitas dari sebuah proses pendidikan ngajar mengagajar.

Pepatah di atas dapat juga dimakanai bahwa jangan pernah mengaharapkan peserta didik memeiliki integritas dalam kejujuran ketika sang guru hanya sibuk memikirkan diri sendiri dan kepentingannya. Dunia merupakan sandiwara panggung yang akan berlalu sangat cepat tanpa disadari oleh pemain peran, manusia yang berfrofesi sebagai pendidik sungguh merupakan insan yang mulia dengan derajat yang lebih tinggi dari manusia lainnya, tetapi akan menjadi hina ketika sebuah integritas telah dinodai dengan sebuah kecurangan berdampak terhadap pembodohan.  

ffan      

 

 

 

   

Posting Komentar untuk "Ujian Integritas Pendidik Dimasa Work From Home (WFH)"