Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ketidakjelasan Rancangan KUHP terkait Genosida dan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan

Konsep Hak asasi manusia (human rights) merupakan hak dasar manusia, yang melekat pada manusia, dimana manusia juga dikaruniai akal pikiran dan hati nurani.[1] Lahirnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia membawa konsekuensi negara-negara anggota PBB untuk menyatakan bahwa mereka mengakui hak-hak setiap orang sebagai hak asasi yang harus dihormati, guna mencegah atau setidak-tidaknya mengurangi berbagai tindakan dan kebijakan negara yang sewenang-wenang terhadap individu-individu warganya. Berdasarkan deklarasi ini semua negara menyatakan kewajibannya untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfill) hak-hak asasi setiap warganya.[2]

            Syarat bagi suatu negara hukum adalah adanya jaminan atas hak-hak asasi manusia (HAM). Negara hukum menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim merupakan negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya yang unsur-unsurnya terdiri dari perlindungan terhadap hak asasi manusia, pemisahan kekuasaan, setiap tindakan aparat pemerintahan didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan adanya peradilan administrasi yang berdiri sendiri.[3] Negara hukum merupakan istilah yang kelihatan sederhana, namun mengandung muatan sejarah pemikiran yang panjang. Negara hukum adalah istilah Indonesia yang terbentuk dari dua suku kata, negara dan hukum. Padanan kata ini menunjukkan bentuk dan sifat yang saling isi-mengisi antara negara di satu pihak dan hukum pada pihak yang lain.[4] Tujuan negara salah satunya adalah memelihara ketertiban hukum. Oleh karena itu, negara membutuhkan hukum dan sebaliknya pula hukum dijalankan dan ditegakkan melalui otoritas negara.[5]

Kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang adalah kejahatan-kejahatan yang didefinisikan dalam Statuta Roma sebagai kejahatan paling serius yang menyangkut masyarakat internasional secara keseluruhan (the most serious crimes of concern to the international community as a whole).[6] Istilah lain untuk mendefiniskan tentang kejahatan-kejahatan tersebut adalah sebagai kejahatan-kejahatan yang tergolong dalam pelanggaran HAM yang berat (gross violation of human rights).[7] Kejahatan-kejahatan tersebut dikategorikan paling serius atau merupakan kejahatan yang paling buruk (worst crimes) karena dalam sejarahnya kejahatan ini telah menggoncangkan nurani umat manusia (shocking consciousness of humanity) dan para pelakunya kebanyakan adalah state officials. Dalam perkembangannya, pengaturan yang lebih baru tentang kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang diatur dalam Statuta Roma 1998 dengan disahkannya dokumen dasar pembentukan Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court). Statuta ini merupakan rujukan paling akhir dalam mendefiniskan kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan genosida dan kejahatan perang. Terlebih, dalam Statuta tersebut juga telah diatur secara detail tentang unsur- unsur kejahatan (element of crimes) dan hukum acara dan pembuktiannya (rules of procedures and evidences).

Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP yang saat ini drafnya masih dibahas di Departemen Hukum dan HAM menuai banyak kritikan. Kritik yang utama adalah RUU ini dianggap “over criminalization”.[8] Sejumlah delik baru dan delik-delik yang tersebar dalam sebagian besar UU yang mencantumkan tindak pidana dimasukkan dalam RUU KUHP ini. Akibatnya RUU menjadi sangat luas dari sisi jumlah pasalnya maupun cakupan permasalah yang akan dipidanakan.[9] Selain sangat luas, RUU KUHP memasukkan kejahatan-kejahatan dengan karakteristik khusus baik dari segi materi hukum pidananya maupun hukum acaranya. Hal ini diprediksikan berakibat tidak akan efektifnya penerapan RUU KUHP terhadap beberapa jenis kejahatan yang berkarakter khusus tersebut.[10]

Salah satu kejahatan yang akan dimasukkan ke dalam RUU KUHP adalah tindak pidana hak asasi manusia yang meliputi tindak pidana genosida, tindak pidana terhadap kemanusiaan, tindak pidana dalam masa perang atau konflik bersenjata dan tindak pidana penyiksaan. Tindak pidana tersebut tertera pada Bab IX Pasal 394-404 RUU KUHP. Kejahatan-kejahatan tersebut dalam perkembangan hukum pidana internasional merupakan kejahatan khusus yang dikategorikan sebagai “gross violation of human rights”. Beberapa tindak pidana tersebut merupakan jenis kejahatan yang telah diatur pula dalam berbagai konvensi internasional misalnya Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Genosida 1949, Konvensi Anti Penyiksaan dan jenis-jenis kejahatan sebagaimana yang diatur dalam Statuta Roma 1998. Berbagai pengadilan internasional telah digelar untuk mengadili kejahatan-kejahatan tersebut.[11]

Dalam hukum nasional, sebagian dari tindak pidana ini, yaitu genosida dan tindak pidana terhadap kemanusiaan sudah diatur dalam pengaturan khusus yaitu Undang- undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.[12] Dalam Undang-Undang tersebut tindak pidana genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan masuk dalam kategori “pelanggaran HAM yang berat” yang mempunyai karakteristik berbeda, jika dibandingankan dengan tindak pidana umum sebagaimana diatur dalam KUHP saat ini.



[1] Suryadi Radjab, 2002, Dasar-Dasar Hak Asasi Manusia, PBHI, Jakarta, hlm. 7

[2] Hendriati Trinata dalam Suryadi Radjab, Loc.cit.

[3] Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1981, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi HTN FH-UI, Jakarta, hlm. 16.

[4] Sudargo Gautama, 1973, Pengertian tentang Negara Hukum, Alumni, Bandung, hlm.20.

[5] Ibid.

[6] Statuta Roma Pasal 5

[7] Ifdhal Kasim, “Elemen-Elemen Kejahatan dari Crimes Against Humanity: Sebuah Penjelajahan Pustaka”, Jurnal HAM, Komnas HAM, Vol 2, No. 2, tahun 2004, hlm. 43.

[8] Lihat Ifdhal Kasim, “Ke Arah Mana Pembaruan KUHP? Tinjauan Kritis atas RUU KUHP”, Position Paper, ELSAM, September 2005.

[9] Draft RUU KUHP terdiri dari 741 pasal yang dibagi dalam 36 Bab.

[10] Lihat Ifdhal Kasim, “Kodifikasi Hukum Pidana dalam Kerangka Perlindungan Hak Asasi Manusia” Makalah dalam Focus Group Discussion yang diselenggarakan ELSAM, Jakarta, 28 Oktober 2006.

[11] Sriwiyanti Eddyono dan Zainal Abidin, 2007, Tindak Pidana Hak Asasi Manusia dalam RKUHP, ELSAM dan Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Jakarta, hlm. 7.

[12] Terminologi yang digunakan dalam UU. No. 26 tahun 2000 adalah “Kejahatan” dan bukan “Tindak Pidana” sebagaimana perumusan dalam RUU KUHP.

Posting Komentar untuk "Ketidakjelasan Rancangan KUHP terkait Genosida dan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan"